Perjalanan Sakral Pernikahan Adat Bali: Acara, Ritual, dan Prosesi yang Indah.
theAsianparent

Perjalanan Sakral Pernikahan Adat Bali: Acara, Ritual, dan Prosesi yang Indah.

Ritual Pernikahan Adat Bali: Warisan Leluhur yang Tetap Dilestarikan

Bali, pulau dewata yang terkenal dengan keindahan alamnya, juga memiliki kekayaan budaya yang tak kalah menarik. Salah satu warisan budaya yang masih dipegang erat oleh masyarakat Bali adalah ritual pernikahan adat. Setiap momen pernikahan di Bali, prosesi adat tetap dijalankan dengan penuh makna dan keindahan. Pada artikel ini, kita akan menjelajahi prosesi pernikahan adat Bali beserta maknanya secara lengkap dan kronologis.

Menentukan Hari Baik: Langkah Awal dalam Prosesi Pernikahan Adat Bali

Prosesi pernikahan adat Bali dimulai dengan penentuan hari baik untuk melangsungkan pernikahan. Penentuan hari baik ini dilakukan setelah calon mempelai pria meminang calon mempelai wanita atau dalam bahasa Bali disebut memadik atau ngindih. Masyarakat Bali sangat percaya akan pentingnya hari baik dalam melangsungkan pernikahan. Setelah hari baik dipilih, calon mempelai wanita akan dijemput dan dibawa ke rumah calon mempelai pria.

Upacara Ngekeb: Persiapan Kecantikan dan Kesucian bagi Calon Mempelai Wanita

Upacara Ngekeb merupakan salah satu prosesi penting dalam pernikahan adat Bali. Prosesi ini mirip dengan prosesi siraman pada pernikahan adat Jawa. Namun, ada beberapa perbedaan antara kedua prosesi adat ini. Pada upacara Ngekeb, mempelai wanita akan dilulur dengan ramuan yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, beras yang telah ditumbuk halus, serta air merang untuk keramas.

Selama menjalani ritual Ngekeb, calon mempelai wanita tidak boleh keluar dari kamar sejak sore hari hingga rombongan keluarga calon mempelai pria menjemputnya keesokan harinya. Selain persiapan secara lahiriah, mempelai juga memperbanyak doa kepada Sang Hyang Widhi untuk dianugerahkan kebahagiaan dan anugerah-Nya.

Baca Juga  Perbedaan Warna Primer, Sekunder, dan Tersier: Mengenal Ragam Warna dengan Mudah

Penjemputan Calon Mempelai Wanita: Rangkaian Prosesi di Rumah Calon Mempelai Pria

Berbeda dengan pernikahan adat lainnya di mana sebagian besar prosesinya dilakukan di rumah calon mempelai wanita, pernikahan adat Bali memiliki prosesi penjemputan calon mempelai wanita yang dilaksanakan di rumah calon mempelai pria. Sebelum meninggalkan rumah, calon mempelai wanita akan dibalut dengan kain kuning tipis dari atas kepala hingga ujung kaki. Kain kuning ini melambangkan bahwa calon mempelai wanita meninggalkan kehidupannya sebagai wanita lajang dan memasuki kehidupan baru sebagai seorang istri.

Upacara Mungkah Lawang (Buka Pintu): Kedatangan Mempelai Wanita yang Ditunggu-tunggu

Prosesi pernikahan adat Bali dilanjutkan dengan acara Mungkah Lawang, yaitu prosesi pembukaan pintu. Dalam prosesi ini, seorang utusan akan mengetuk pintu sebanyak tiga kali sebagai tanda kedatangan mempelai wanita. Hal ini dilakukan oleh utusan bukan oleh calon mempelai pria. Kedatangan mempelai wanita akan diiringi oleh tembang yang dinyanyikan oleh seorang malat atau utusan mempelai pria. Syair tembang tersebut menggambarkan keinginan mempelai pria untuk menjemput mempelai wanitanya.

Setelah mendapat persetujuan, pintu dibuka dan mempelai pria menggendong mempelai wanita menuju tandu untuk dibawa ke rumah keluarga pria tanpa didampingi orang tua. Prosesi Mungkah Lawang adalah momen yang sangat ditunggu-tunggu dalam pernikahan adat Bali.

Upacara Mesegehagung: Penyambutan dan Penukaran Uang Kepeng

Setibanya di rumah calon mempelai pria, mempelai wanita dan ibu dari mempelai pria bersama-sama melaksanakan upacara Mesegehagung. Upacara ini merupakan ritual penyambutan bagi mempelai wanita. Di dalam kamar pengantin, ibu dari mempelai pria membuka kain kuning yang dikenakan oleh mempelai wanita dan menukarnya dengan uang kepeng satakan (mata uang pada masa lampau) senilai dua ratus kepeng.

Baca Juga  Perbedaan Roll Up Banner dan Standing Banner: Pemilihan Display Promosi yang Tepat

Upacara Mekala-kalaan (Madengen-dengen): Menyucikan Diri dari Hal Negatif

Ritual Mekala-kalaan atau Madengen-dengen merupakan prosesi selanjutnya dalam pernikahan adat Bali. Tujuan dari ritual ini adalah menyucikan kedua mempelai dari hal-hal negatif. Prosesi ini dimulai saat genta berbunyi dan dipimpin oleh seorang pemimpin agama atau pemangku adat, tergantung pada adat dan budaya masing-masing daerah.

Prosesi Mekala-kalaan dimulai dengan kedua mempelai berputar sebanyak tiga kali mengelilingi sanggar pesaksi, kemulan, dan penegteg. Mempelai wanita membawa bakul perdagangan sementara mempelai pria memikul tegen-tegenan. Keduanya harus menyentuhkan kaki pada kala sepetan.

Selanjutnya, mempelai pria membeli bakul yang dibawa oleh mempelai wanita. Ritual jual beli ini memiliki makna agar kedua pasangan dapat saling melengkapi, mengisi, dan memberikan dukungan satu sama lain dalam mencapai tujuan bersama.

Upacara Mewidhi Widana (Natab Banten Beduur): Doa untuk Keluarga Baru

Setelah melaksanakan upacara Mekala-kalaan, pernikahan adat Bali dilanjutkan dengan upacara Mewidhi Widana yang dilaksanakan di pura keluarga pihak mempelai pria. Upacara ini dipimpin oleh pemangku sanggah serta diantar oleh pinisepuh. Dalam prosesi yang penuh dengan suasana syahdu ini, kedua mempelai menyampaikan doa untuk kehadiran keluarga baru kepada leluhur dengan harapan agar keturunan mereka dapat terus dilanjutkan.

Upacara Mejauman (Ma Pejati): Mengikat Tali Silaturahmi dengan Keluarga Besar

Setelah resmi menjadi suami istri, pasangan mempelai akan melaksanakan upacara Mejauman. Sesuai dengan adat Bali, istri akan menjadi bagian dari keluarga besar sang suami. Oleh karena itu, beberapa hari setelah pernikahan, kedua pihak keluarga akan berkunjung ke rumah orang tua mempelai wanita untuk melangsungkan prosesi Mejauman.

Baca Juga  10 Merek Drum Terbaik yang Populer di Indonesia

Upacara ini merupakan momen di mana pasangan mempelai memohon pamit kepada keluarga besar mempelai wanita, terutama kepada para leluhur mempelai wanita. Kedatangan keluarga mempelai pria disertai dengan membawa panganan kue khas Bali seperti kue bantal, alem, kuskus, apem, cerorot, nagasari, kekupa, beras, kopi, teh, gula, sirih pinang, serta buah-buahan dan lauk pauk khas Bali.

Kesimpulan

Pernikahan adat di Bali tidak hanya sekadar acara seremonial biasa. Setiap prosesi memiliki makna mendalam yang melibatkan spiritualitas dan tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur. Dalam artikel ini telah dijelaskan secara rinci mengenai prosesi pernikahan adat Bali mulai dari menentukan hari baik, upacara Ngekeb, penjemputan calon mempelai wanita, Mungkah Lawang, Mesegehagung, Mekala-kalaan, Mewidhi Widana, Mejauman, dan lain-lain.

Prosesi pernikahan adat Bali tidak hanya memberikan keindahan visual namun juga sarat akan makna dan nilai-nilai yang melekat dalam budaya Bali. Dengan menjaga dan melestarikan ritual pernikahan adat ini, diharapkan generasi muda Bali dapat terus menghargai dan menjaga warisan budaya yang berharga ini.